Thursday, December 2, 2010

Tadhhiyyah


Catatan Untuk Naqib: Setelah mendapatkan taujih ini diharapkan kader dapat memahami bahwa amal yang bernilai tinggi memerlukan tadhiyah, Kader merasakan sedih bila tidak bertadhiyah di jalan da’wah , serta mampu bertadhiyah sesuai kapasitasnya masing-masing.

Tadh-hiyah berasal dari kata bahasa Arab; dhahha – yudhahhi – tadh-hiyah, yang berarti pengorbanan. Di dalam beramal jama’i, pengorbanan mempunyai kedudukan yang sangat urgen, oleh karena itu Imam Hasan Al Banna memasukkannya ke dalam salah satu rukun baiat anggota Al Ikhwan Al Muslimun, setelah rukun fahm, ikhlas, amal dan jihad.

Beliau berkata, “Yang saya maksud dengan pengorbanan adalah pengorbanan jiwa, harta, waktu, kehidupan dan segala sesuatu yang dipunyai oleh seseorang untuk meraih tujuan”.

Tidak ada perjuangan di dunia ini kecuali harus disertai dengan pengorbanan. Demi fikrah kita janganlah engkau mempersempit pengorbanan, karena sungguh ia memiliki balasan yang agung dan pahala yang indah. Barang siapa bersantai-santai saja ketika bersama kami, maka ia berdosa.

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari kaum mukminin, diri, dan harta mereka, bahwasanya mereka mendapatkan balasan Surga.” [Surah At-Taubah: 111]

“Katakanlah, ‘Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatir akan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal adalah lebih kamu cintai daripada Allah, Rasul-Nya, dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.’ Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” [Surah At-Taubah: 24]

Dengan demikian engkau mengetahui makna slogan abadimu, “Gugur di jalan Allah adalah setinggi-tinggi cita-cita kami.”[1]

Pengorbanan dan jihad merupakan dua hal yang tidak terpisahkan, namun menurut Said Hawa, ada perbedaan antara jihad dan pengorbanan. Kadang-kadang keduanya seiring dan kadang-kadang pula saling menyempurnakan. Oleh karena itu Imam Hasan Al Banna menjadikannya rukun tersendiri. Karena di tempat mana dikumandangkan jihad, maka di sana ada pengorbanan. Dan jihad yang sempurna tidak akan terwujud kecuali dengan pengorbanan yang sempurna pula. [2]

Sungguh banyak kisah dalam sejarah kehidupan manusia yang dapat menjadi bukti dan contoh tentang pengorbanan, baik dalam kisah orang-orang terdahulu sebelum Nabi Muhammad saw, maupun kisah pengorbanan beliau dan sahabatnya dalam sirah, dan kisah-kisah perjuangan umat sesudahnya sampai saat ini.

Perhatikan sejarah Nabi Nuh, 950 tahun waktunya dia korbankan untuk menyeru kaumnya untuk berbakti dan beribadah kepada Allah, tapi tidak ada yang menghiraukan seruannya kecuali sedikit, dan bahkan istri dan putranya sendiri tidak beriman kepadanya.

Perhatikan pula kisah pengorbanan sahabat mulia Mush’ab bin Umair. Ia adalah seorang pemuda bangsawan Quraisy, gagah, ganteng, kaya dan terhormat, namun beliau mengorbankan semua kehormatannya di masa jahiliyah menuju kehormatan di masa Islam, walaupun harus berpisah dengan keluarganya. Bahkan ibu yang sangat mencintainya mengancam akan bunuh diri apabila putranya tetap memeluk agama Islam. Namun sang Mush’ab si pemuda ganteng dan parlente itu tetap memilih Islam, sehingga menemukan syahadah di perang Uhud, saat itu beliau hanya memakai sehelai baju, yang sekaligus menjadi kafannya, yang apabila wajahnya ditutup maka kakinya tersingkap, dan apabila kakinya ditutup maka wajahnya terbuka. Karena dengan pengorbanan itulah Mush’ab menggapai cinta Tuhannya dan menghuni taman-taman Syurga serta diiringi oleh 70 bidadari.

Demikian pula kisah pengorbanan ulama kontemporer terkemuka, Sayyid Qutb. Ia mengorbankan ilmu, hidup, harta dan bahkan “kedudukan terhormat” sebagai menteri pendidikan yang dijanjikan oleh Presiden Jamal Abdul Nasr apabila ia ingin merubah prinsip-prinsipnya. Tetapi sesuatu yang telah menjadi prinsip hidup bagi Sayyid tetap menjadi prinsip, walaupun harus mengalami penyiksaan di penjara dan menjemput syahadah di tiang gantungan.
Itulah beberapa kisah pengorbanan tokoh-tokoh sejarah kemanusiaan. Dan sejarah manusia yang masih akan berlangsung sampai hari kiamat, akan selalu mencatat dan meminta para pelaku sejarah yang berani mengorbankan diri, harta, waktu dan segala yang ia memiliki dalam rangka mempertahankan kebenaran.

Nah dalam konteks kekinian, sungguh banyak di hadapan kita peluang untuk berkorban, terutama karena kebenaran telah terdominasi oleh kejahatan, jumlah pelaku kebenaran jauh lebih sedikit dari jumlah pelaku kejahatan, dan pelaku kebenaran jauh lebih lemah dari berbagai kekuatan yang dimiliki para pelaku kejahatan; kekuatan politik, ekonomi, fisik dan lain sebagainya ada di tangan mereka.

Tapi, jangan berkecil hati dulu!! Karena sumber kekuatan mereka adalah sumber kekuatan kita juga, yaitu Allah SWT, Ia Allah kekuatan yang sesungguhnya. Dan Allah akan bersama kita,[3] apabila kita ingin mengikuti jalannya para Rasul, yaitu berjuang dan berkorban merebut kekuatankekuatan mereka, berjuang memperbanyak jumlah pelaku kebaikan, sehingga pada gilirannya kebenaran akan menjadi jaya, dan sebaliknya kebatilan akan runtuh.[4] Walaupun dalam perjuangan itu banyak harta yang habis serta jiwa yang gugur, tetapi sejarah kemanusiaan akan mencatatnya sebagai buah bibir generasi-generasi mendatang, dan Allah akan memberinya kedudukan yang mulia di sisi-Nya.

Agar menjadi lebih jelas, sesungguhnya Indonesia, negeri yang kita cintai ini, sedang dikuasai dan diperintah oleh orang-orang yang tamak dan mementingkan kepentingan diri, keluarga dan kelompoknya sendiri serta melakukan segala hal yang merugikan bangsa dan negara untuk mencapai tujuan-tujuan sesaat mereka.[5] Oleh karena itu, kita wajib berjihad dengan penuh mengorbankan segala yang kita miliki untuk menyelamatkan negeri dan bangsa ini dari ambang kehancuran. Menyelamatkan negeri dan bangsa ini adalah menyelamatkan negeri dan umat Islam, karena sesungguhnya, pemilik negeri dan bangsa ini adalah umat Islam itu sendiri, dan saya, Anda, saudara, keluarga, tetangga dan masyarakat kita adalah bagian dari umat Islam. Wallahu a’lam.

Ruj:
1. Hasan Al Banna, Risalah Pergerakan, jilid 2, halaman 189-190, Era Intermedia, cetakan kedua.
2. Said Hawwa, Membina Angkatan Mujahid, halaman 170, Era Intermedia, cetakan pertama.
3. Qur’an, surat Al-Ankabut: 69
4. Qur’an, surat At-Taubah: 33
5. Menjual BUMN, membebaskan konglomerat hitam, membiarkan KKN, membuat rekayasa untuk menyudutkan umat Islam melalui peristiwa Bali, menaikkan harga BBM, TDL dan telepon, serta membuat berbagai UU yang mempersempit peluang gerakan demokrasi dan reformasi.

No comments: