Sunday, August 22, 2010

Jalan ini...


Jalan mana yang kita pilih???

Ini jalan penuh serius...

Tulisan ini peringatan buat diri serta saudaraku yang berada di jalan ini...jalan ini penuh serius...memerlukan orang yang serius bekerja...kadangkala kaki ini lemah longlai melangkah...namun merenung kembali kisah MEREKA...buat saya termenung seketika, berfikir...di mana dan sejauh mana usahaku??? Hanya sedikit langkah sudah letih tidak terdaya...Cuma sedikit dugaan sudah merungut...Ya Allah, ampunilah daku...

Buat diri dan saudaraku,
Cuba kita hadirkan pemandangan ketinggian gua tsur, yang mnjadi persembunyian Rasulullah s.a.w dan Abu Bakar Shiddiq r.a. Cuba teliti begaimana susah payah yang menghajatkan keseriusan begitu tiggi dari Rasulullah s.a.w dan para sahabatnya dalam memperjuangkan dakwah Islam ini dahulu.

Memperjuangkan dakwah islam, tentu sama dengan meniti jalan yang sudah Rasulullah s.a.w. Dan jalan ini sejak dahulunya, sifat nya sama iaitu memiliki sifat serius dan sangat jauh dari sikap santai. Dan kerana sifat itu, Rasulullah s.a.w dan para sahabat memahaminya dan menyebarkan islam. Dan kerana itu juga, tinta sejarah membuktikan banyak peristiwa besar yang luar biasa dari sisi kemanusiaan. Cita-cita dan keinginan mereka sangat tinggi.

Saudaraku,
Lihatlah seorang guru besar dakwah, Imam Hasan Al Banna rahimahullah, mempunyai catatan kehidupan yang begitu memukau. Penulisannya telah membentuk fondasi sebuah gerakan dakwah bernama Al ikhwan Al Muslimun hanya setelah ia tinggal 6 bulan di Ismailiyah, salah satu distrik kota Kairo, Mesir. Setelah 15 tahun, Al Banna telah melebarkan sayap dakwahnya dengan membentuk sayap Al Ikhwan di 20 negara. Di Kota Kairo sendiri, ia mendirikan fondasi pembentukan 2000 cabang Al Ikhwan. Dan kini, dakwah yang disebarkan melalui organisasi Al Ikhwan Al Muslimun, telah berdiri di lebih dari 90 negara dunia.

Lihatlah bagaimana Syaikh Ahmad Yasin rahimahullah. Seorang tua yang lumpuh hampir seluruh tubuhnya dalam waktu yang lama. Tapi ia berhasil memunculkan kebangkitan islam luar biasa yan menggetarkan penjajah zionis Israel di Palestin. Syaikh Ahmad Yasin, selalu berjuang tanpa henti membela Palestin sehingga Allah menghadiahkan mati syahid untuknya. Tentang Syaikh Ahmad Yasin, orang-orang menyebutnya dengan rangkaian kalimat: “ Syaikh yang lumpuh. Pembangkit kesedaran umat. Peraih mati syahid. Tapi kini banyak orang yang sihat namun semangatnya lumpuh?”

Saudaraku,
Banyak pengajaran yang boleh kita petik dari kehidupan para juru dakwah yang luar biasa ini. Berfikirlah saudaraku, tentang prestasi besar yang telah mereka capai dalam kehidupan mereka. Renungkan kehidupan orang-orang besar seperti mereka. Lalu, renungkanlah bagaimana Rasulullah s.a.w dan para sahabat memperjuangkan agama ini melalui masa yang peringkat kesulitan berlipat dari saat ini. Tapi dengan titis peluh dan darah pengorbanan yang mereka berikan itulah, islam sampai kepada kita.

Berfikirlah saudaraku,
Ada sesuatu yang sangat penting dalam kamus hidup mereka, yakni tidak ada istilah “tidak mungkin” untuk mencapai sesuatu. Dalam prinsip jiwa mereka, tak ada kata “mustahil”, utk menggapai keinginan. Kekuatan itu turut ada pada diri kita. Kita harus ada keberanian untuk melakukan perubahan. Segala perubahan harus dimulakan dengan langkah pertama yang sangat sederhana diucapkan, iaitu “ubahlah dan baiki dirimu”.



Lanjutkan perjalanan menuju Allah s.w.t ini. Jangan sibuk oleh kekurangan dan keterbatasan dengan mengabaikan limpahan kelebihan dan keluasan. Kita pasti masih mempunyai kekuatan dan kemampuan yang luar biasa.


jalan ini penuh serius...sangat jauh dari santai...

Monday, August 16, 2010

Man laa yarham laa yurham..

Memberi Kasih Sayang....
Rasulullah saw. sangat penyayang terhadap anak-anak, baik terhadap keturunan beliau sendiri ataupun anak orang lain. Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah saw. mencium Hasan bin Ali dan didekatnya ada Al-Aqra’ bin Hayis At-Tamimi sedang duduk. Ia kemudian berkata, “Aku memiliki sepuluh orang anak dan tidak pernah aku mencium seorang pun dari mereka.” Rasulullah saw. segera memandang kepadanya dan berkata,
“Man laa yarham laa yurham, barangsiapa yang tidak mengasihi, maka ia tidak akan dikasihi.” (HR. Bukhari di Kitab Adab, hadits nombor 5538).

Bahkan dalam shalat pun Rasulullah saw. tidak melarang anak-anak dekat dengan beliau. Hal ini kita dapat dari cerita Abi Qatadah, “Suatu ketika Rasulullah saw. mendatangi kami bersama Umamah binti Abil Ash –anak Zainab, putri Rasulullah saw.—Beliau meletakkannya di atas bahunya. Beliau kemudian shalat dan ketika rukuk, Beliau meletakkannya dan saat bangkit dari sujud, Beliau mengangkat kembali.” (HR. Muslim dalam Kitab Masajid wa Mawadhi’ush Shalah, hadits nombor 840).

Peristiwa itu bukan kejadian satu-satunya yang dirakam dalam sejarah. Abdullah bin Syaddad juga meriwayatkan dari ayahnya bahwa, “Ketika waktu datang shalat Isya, Rasulullah saw. datang sambil membawa Hasan dan Husain. Beliau kemudian maju (sebagai imam) dan meletakkan cucunya. Beliau kemudian takbir untuk shalat. Ketika sujud, Beliau pun memanjangkan sujudnya. Ayahku berkata, ‘Saya kemudian mengangkat kepalaku dan melihat anak kecil itu berada di atas punggung Rasulullah saw. yang sedang bersujud. Saya kemudian sujud kembali.’ Setelah selesai shalat, orang-orang pun berkata, ‘Wahai Rasulullah, saat sedang sujud di antara dua sujudmu tadi, engkau melakukannya sangat lama, sehingga kami mengira telah terjadi sebuha peristiwa besar, atau telah turun wahyu kepadamu.’ Beliau kemudian berkata, ‘Semua yang engkau katakan itu tidak terjadi, tapi cucuku sedang bersenang-senang denganku, dan aku tidak suka menghentikannya sampai dia menyelesaikan keinginannya.” (HR. An-Nasai dalam Kitab At-Thathbiq, hadits nombor 1129).

Usamah bin Zaid ketika masih kecil punya kenangan manis dalam pangkuan Rasulullah saw. “Rasulullah saw. pernah mengambil dan mendudukkanku di atas pahanya, dan meletakkan Hasan di atas pahanya yang lain, kemudian memeluk kami berdua, dan berkata, ‘Ya Allah, kasihanilah keduanya, karena sesungguhnya aku mengasihi keduanya.’” (HR. Bukhari dalam Kitab Adab, hadits nombor 5544).

Begitulah Rasulullah saw. bersikap kepada anak-anak. Secara halus Beliau mengajarkan kepada kita untuk memperhatikan anak-anaknya. Beliau juga mencontohkan dalam praktik bagaimana bersikap kepada anak dengan penuh cinta, kasih, dan kelemah-lembutan.

Memuliakan Anak-anak

Anak-anak dimuliakan dengan mencarikan bakal ibu mereka dari kalangan perempuan yang solehah, serta memberikan nama mereka dengan nama-nama yang baik serta mengajarkan amali Islam kepadanya.

Seorang lelaki penah mendatangi Umar bin Khattab seraya mengadukan kedurhakaan anaknya. Umar kemudian memanggil putra orang tua itu dan menghardiknya atas kedurhakaannya. Tidak lama kemudan anak itu berkata, “Wahai Amirul Mukminin, bukankah sang anak memiliki hak atas orang tuanya?”“Betul,” jawab Umar.“Apakah hak sang anak?”“Memilih calon ibu yang baik untuknya, memberinya nama yang baik, dan mengajarkannya Al-Qur’an,” jawab Umar.“Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya ayahku tidak melakukan satu pun dari apa yang engkau sebutkan. Adapun ibuku, ia adalah wanita berkulit hitam bekas hamba sahaya orang majusi; ia menamakanku Ju’lan (kumbang), dan tidak mengajariku satu huruf pun dari Al-Qur’an,” kata anak itu.Umar segera memandang orang tua itu dan berkata kepadanya, “Engkau datang untuk mengadukan kedurhakaan anakmu, padahal engkau telah durhaka kepadanya sebelum ia mendurhakaimu. Engkau telah berbuat buruk kepadanya sebelum ia berbuat buruk kepadamu.”

Rasulullah saw. sangat menekankan agar kita memberi nama yang baik kepada anak-anak kita. Abu Darda’ meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya kalian akan dipanggil pada hari kiamat dengan nama-nama kalian dan nama ayah kalian, maka perbaikilah nama kalian.” (HR. Abu Dawud dalam Kitab Adab, hadits nombor 4297).

Karena itu Rasulullah saw. kerap mengganti nama seseorang yang bermakna jelek dengan nama baru yang baik. Atau, mengganti julukan-julukan yang buruk kepada seseorang dengan julukan yang baik dan bermakna positif. Misalnya, Harb (perang) menjadi Husain, Huznan (yang sedih) menjadi Sahlun (mudah), Bani Maghwiyah (yang tergelincir) menjadi Bani Rusyd (yang diberi petunjuk). Rasulullah saw. memanggil Aisyah dengan nama kecil Aisy untuk memberi kesan lembut dan sayang.

Jadi, adalah sebuah bentuk kejahatan bila kita memberi dan memanggil anak kita dengan sebutan yang buruk lagi dan bermakna menghinakan dirinya.

Berlaku adil kepada semua anak-anak

Berlaku adil kepada semua anak-anak akan menumbuhkan kasih sayang diantara mereka serta merapatkan silaturahim di kalangan mereka. Sifat ini akan dapat mengelakkan serta menghapuskan rasa permusuhan, kedengkian dan irihati di antara mereka.

Nu’man bin Basyir bercerita, “Ayahku menginfakkan sebagian hartanya untukku. Ibuku –’Amrah binti Rawahah—kemudian berkata, ‘Saya tidak suka engkau melakukan hal itu sehinggi menemui Rasulullah.’ Ayahku kemudian berangkat menemui Rasulullah saw. sebagai saksi atas sedekah yang diberikan kepadaku. Rasulullah saw. berkata kepadanya, ‘Apakah engkau melakukan hal ini kepada seluruh anak-anakmu?’ Ia berkata, ‘Tidak.’ Rasulullah saw. berkata, ‘Bertakwalah kepada Allah dan berlaku adillah kepada anak-anakmu.’ Ayahku kemudian kembali dan menarik lagi sedekah itu.” (HR. Muslim dalam Kitab Al-Hibaat, hadits nombor 3055).

Puncak kezaliman kepada anak apabila ibu bapa gagal untuk menzahirkan rasa cinta dan sayangnya kepada anak-anak yang dilahirkan dengan sifat-sifat serba kekurangan seperti kurang cantik, kurang pandai, atau cacat anggota tubuhnya. Walhal segala kekurangan yang ada pada diri mereka merupakan takdir dan iradah dari Allah SWT, jadi setiap keterbatasan itu sewajarnya menjadi pendorong dan pemacu kepada ibu bapa untuk lebih kasih, lebih sayang dan lebih menyintai mereka serta membantunya.Rasulullah saw. bersabda, “Rahimallahu waalidan a’aana waladahu ‘ala birrihi, semoga Allah mengasihi orang tua yang membantu anaknya di atas kebaikan.” (HR. Ibnu Hibban)

Sentiasa mendoakan kebaikan bagi si anak

Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tsalatsatu da’awaatin mustajaabaatun: da’watu al-muzhluumi, da’watu al-musaafiri, da’watu waalidin ‘ala walidihi; Ada tiga doa yang dikabulkan: doa orang yang teraniaya, doa musafir, dan doa (keburukan) orang tua atas anaknya.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab Birr wash Shilah, hadits nombor 1828) Ibu bapa yang setiap hari mengeluarkan perkataan sumpah seranah, maki hamun dan melaknat anak-anak adalah ibu bapa yang paling bodoh kerana ia merupakan satu bentuk doa. Dan setiap doa buruk dari ibu bapa akan dikabul Allah dalam bentuk hukuman ke atas anak itu.

Seseorang perempuan pernah mengadukan perihal kederhakaan puteranya kepada Abdullah bin Mubarak. Abdullah bertanya kepada orang itu, “Apakah engkau pernah berdoa (yang buruk) atasnya.” Orang itu menjawab, “Ya.” Abdullah bin Mubarak berkata, “Engkau telah merusaknya.”

Doa buruk bagi anak adalah bentuk kejahatan yang akan menambah rosak si anak yang sebelumnya sudah durhaka kepada orang tuanya.Memberi pendidikan yang baik kepada anak

Ada syair Arab yang berbunyi, “Anak yatim itu bukanlah anak yang telah ditinggal orang tuanya dan meninggalkan anak-anaknya dalam keadaan hina. Sesungguhnya anak yatim itu adalah yang tidak dapat dekat dengan ibunya yang selalu menghindar darinya, atau ayah yang selalu sibuk dan tidak ada waktu bagi anaknya.”

Perhatian.

Itulah kata kuncinya. Dan bentuk perhatian yang tertinggi orang tua kepada anaknya adalah memberikan pendidikan yang baik. Tidak memberikan pendidikan yang baik dan maksimum adalah bentuk kecuaian orang tua terhadap anak. Dan segala kejahatan pasti berbuah ancaman yang buruk bagi pelakunya.

Perintah untuk mendidik anak adalah bentuk realisasi iman. Perintah ini diberikan secara umum kepada kepala rumah tangga tanpa memperhatikan latar belakang pendidikan dan kelas sosial. Setiap ayah wajib memberikan pendidikan kepada anaknya tentang agamanya dan memberi keterampilan untuk bisa mandiri dalam menjalani hidupnya kelak. Jadi, berilah pendidikan yang bisa mengantarkan si anak hidup bahagia di dunia dan bahagia di akhirat. Perintah ini diberikan Allah swt. dalam bentuk umum. “Hai orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya dari manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6)

Adalah satu bentuk kecuaian terhadap anak jika ibu bapa tenggelam dalam kesibukan, sehingga lupa mengajarkan anaknya cara shalat. Meskipun kesibukan itu adalah mencari rezeki yang digunakan untuk menafkahi anak-anaknya. Jika ibu bapa berlaku seperti ini, keduanya telah melanggar perintah Allah di surat Thaha ayat 132. “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.”

Rasulullah saw. bersabda, “Ajarilah anak-anakmu shalat saat mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka (bila tidak melaksanakan shalat) pada usaia sepuluh tahun.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab Shalah, hadits nombor 372).

Ketahuilah, tidak ada pemberian yang baik dari orang tua kepada anaknya, selain memberi pendidikan yang baik. Begitu hadits dari Ayyub bin Musa yang berasal dari ayahnya dan ayahnya mendapat dari kakeknya bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Maa nahala waalidun waladan min nahlin afdhala min adabin hasanin, tak ada yang lebih utama yang diberikan orang tua kepada anaknya melebihi adab yang baik.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab Birr wash Shilah, hadits nombor 1875. Tirmidzi berkata, “Ini hadits mursal.”)

Saidina Ali ra pernah berpesan: “Hendaklah kamu bermain dengan anak kamu pada 7 tahun yang pertama, kemudian pada 7 tahun yang kedua hendaklah kamu mendidik anak kamu, kemudian pada 7 tahun yang ketiga hendaklah kamu bersahabat dengan anak kamu, selepas itu barulah kamu biarkan anak kamu”

Rujukan: http://www.dakwatuna.com/,http://www.iluvislam.com/

Thursday, August 12, 2010

nasihat buat diri...

Luqman Al- Hakim telah menasihatkan anaknya: "Sepanjang hidupku, aku hanya memilih 8 kalimah drpd pustaka para nabi sebagai pedoman hidup".

1) Apa bila engkau sedang solat jagalah fikiranmu.

2) Apabila engkau berada di rumah orang , jagalah matamu

3) Apabi la kamu berada di tengah2 majlis, jagalah baik2 lidahmu.

4) Apabila kamu hadir dalam jamuan makan, jagalah baik2 perangaimu

5) Ingatlah selalu kepada Allah

6) Selalulah ingat mati dan bersedia untuk menghadapinya

7 ) Lupakanlah budi baikmu kepada orang lain

8) Lupakan lah semua kesalahan orang lain terhadapmu "